Angel di Halaman Belakang Rumah Kami
"Ada
pria dan wanita yang membuat dunia ini menjadi lebih baik hanya dengan menjadi
orang-orang apa adanya. Mereka memiliki anugerah kebaikan atau semangat atau
loyalitas atau integritas. Benar-benar bukan masalah apakah mereka menjadi
sopir truk atau menjalankan bisnis atau mengurus keluarga. Mereka mengajarkan
kebenaran dengan menjalaninya."
James A. Garfield
Aku bekerja di sebuah salon
kecantikan di rumahku sendiri ketika suamiku, Den, datang, dengan ekspresi adanya
masalah di wajahnya. "Lihatlah apa yang saya temukan di rumha pohon
anak-anak gadis kita," katanya. Dia memegang beberapa jeans dan sebuah
T-shirt. "Seolah-olah ada seseorang yang tinggal di halaman belakang
kita."
"Anak-anak itu," aku
menjawab, terkejut. "Den, kamu bekerja di dewan kota. Kita harus melakukan
sesuatu!"
Akhir-akhir ini memang terjadi beberapa
tindakan vandalisme - yang meneror kota kecil kami - dan anak-anak lelaki
remaja dari luar daerah selama ini berkeliaran di jalanan. Itu terjadi pada
musim gugur tahun 1991, dan kejahatan telah menjadi benar-benar menakutkan di
Lancaster, kota terdekat. Kota kami diputuskan untuk membuat masalah itu tidak
menyebar ke Manheim. "Saya akan melaporkan masalah ini kepada
polisi," kata Den lagi.
Beberapa hari kemudian aku melongok
keluar jendela dan melihat sekelompok remaja pria berjalan di antara rumah kami
dan rumah-rumah tetangga, menuju ke jalanan. Aku berlari ke pintu dan,
memasukkan dua jari ke dalam mulut, bersuit dengan keras.
Anak-anak itu berbalik. Mereka
berempat, mengenakan jeans yang cukup bersih dan T-shirt; tidak ada warna geng
yang bisa kulihat. "Hai," aku berseru. "Apa yang kalian lakukan
di halaman belakang kami?"
"Hanya lewat," salah seorang
menjawab.
"Mengapa kalian tidak ke
sekolah?" tanayaku lagi.
"Ah, itu hanya sampah. Kami tidak
butuh," seru temannya.
Tetapi tiba-tiba seorang remaja yang
tinggi melangkah maju. Tidak seperti yang lain, dia menatap langsung kepadaku.
"Saya ingin sekolah," katanya. "Tetapi tidak di lingkungan dari
mana saya berasal." Dia memiliki
aksen Hispanik dan tubuhnya ramping dan wajahnya dicukur rapi, matanya coklat.
Sewaktu mereka menuju ke jalanan, aku
kembali ke salon. Setidaknya mereka tidak tampak seperti anggota geng atau
penjahat yang kejam. Dan ada sesuatu yang menarik mengenai anak yang ingin
bersekolah itu. Bagaimanapun aku tidak terkejut ketika beberapa hari kemudian
dia muncul kembali sewaktu aku menyapu dedaunan yang rontok di halaman belakang
rumah kami. "Hai," katanya. "Bolehkah saya membantu Anda?"
Aku memperhatikannya beberapa saat,
mencoba mengetahui apa yang ada di balik matanya. Aku memberikan penggaruk yang
kupegan kepadanya. "Siapa namamu?" aku bertanya kepadanya. "Dari
mana asalmu?"
"Angel Melendez," jawabnya.
"Saya dari Lancester. Tetapi di sana segalanya keras saat ini."
"Lalu, kamu tinggal di mana
sekarang?"
"Kadang-kadang saya bentrok dengan
teman," jawabnya. "Saya menyimpan beberapa potong pakaian di rumah
pohon Anda. Maaf, saya tidak bermaksud untuk menyulitkan keluarga Anda."
"Kamu ingin mengambilnya
kembali?" tanyaku kepadanya. Dia mengangguk.
Aku masuk ke dalam rumah, meninggalkan
Angel yang bekerja dengan rajin. Setelah mengambil pakaiannya, aku
memperhatikannya dari lantai atas. Dia begitu kurus. Makan siang tampaknya
merupakan undangan yang pantas karena dia telah membersihkan dedaunan yang
rontok.
Halaman kami tampak begitu rapi. Angel
yang duduk di meja makan kami di dapur dan makan dengan lahap sandwich yang
kuberikan seolah-olah dia mampu makan setengah lusin lagi.
Selama beberapa hari berikutnya, Angel
tetap mampir untuk mengobrol. Kadang-kadang dia bercerita tentang impiannya
menjadi seorang pilot Angkatan Laut. Dia mulai datang di malam hari, saat Den
dan aku serta kedua putri remajaku Halley dan Amanda, sedang menonton televisi.
Setiap kali aku memberikan snack kepadanya, dia memakannya dengan lahap. Saat
dia mengucapkan selamat malam dengan wajah begitu gembira, kami tahu bahwa kami
menginginkan dia pergi - tapi ke mana? Tak ada tempat tinggal baginya.
Lalu pada suatu malam Den berkata,
"Angel, kalau kamu tak punya tempat untuk tinggal, kamu bsia tidur di
ruang kerja saya."
"Terima kasih," Angel
menjawab, tersenyum. Di pintu dia menoleh kepada kami, sedikit gugup. "Pak
dan Bu Brumbach," katanya. "Saya benar-benar ingin menyelesaikan
sekolah menengah. Saya ingin tahu apakah Bapak dan Ibu bisa membantu
saya."
Saat kami berangkat tidur, Den dan aku
saling memandang dengan pertanyaan yang sama. Apa yang akan kami lakukan
terhadap Angel? Tampaknya dia anak yang baik. Tetapi apakah kami mau terlibat?
"Sebelum hal ini berlangsung lebih
jauh lagi," kata Den, "saya akan minta polisi untuk menyelidiki latar
belakangnya, untuk memastikan bahwa dia memang seperti yang dikatakannya."
Sementara itu Angel mengatakan kepada
kami apa yang telah dia ketahui: Untuk mendaftar di sekolah menengah kami, dia
harus memiliki alamat setempat yang tetap, juga orangtua atau wali yang sah
yang menjadi penduduk daerah kami.
Malam itu ketika Den pulang dia
mengumpulkan Halley, Amanda, dan aku di meja makan di dapur. "Aku telah
berbicara kepada polisi di Manheim," katanya. "Petugas David
Carpenter telah menghubungi Lancaster dan berbicara dengan Sersan Wilson. Tampaknya
anak itu telah hidup sendirian sejak dia berumur delapan tahun. Sekarang dia
berumur 17 tahun. Tetapi yang membuat Sersan Wilson terkesan adalah, untuk
seorang anak yang harus menghidupi dirinya sendiri, Angel tidak pernah
mempunyai masalah."
"Yang diinginkannya adalah
sekolah," Halley berbisik. "Masakan kita tidak membantunya?"
Ternyata petugas polisi Carpenter juga
terkesan dengan Angel. Beberapa malam kemudian dia menelepon kami. "Saya
tahu bahwa seorang polisi tidak boleh terlibat secara pribadi di dalam
pekerjaannya," kata Carpenter, "tetapi kadang-kadang kamu harus
melakukannya. Saya tidak mempunyai kamar untuk Angel untuk pindah dan tinggal
bersama saya, tetapi saya bersedia menjadi wali yang sah dari anak itu."
Masyarakat kami lebih sulit untuk diyakinkan.
Kami mulai menerima banyak telepon - banyak di antaranya merupakan telepon
gelap - yang berkata dengan jelas bahwa Angel tidak akan diterima di kota kami.
Pihak sekolah tampaknya juga tidak
menginginkannya. Minggu berganti bulan saat birokrasi sekolah terus saja
menghalanginya mendaftar masuk sekolah. Sementara itu Angel mendapatkan
pekerjaan di restoran fast food McDonald's di kota kami. Dia makan pagi dan
makan malam bersama kami, dan meluangkan waktunya di malam hari melakukan
pekerjaan sambilan di sekitar rumah atau menonton televisi.
Cuaca berubah menjadi sangat dingin;
ruang kerja Den di mana Angel tidur tidak diberi alat pemanas. Kami mengadakan rapat keluarga lagi. Saat
kami semakin senang dengan kehadiran Angel, menyuruhnya pindah ke dalam rumah
merupakan sebuah langkah yang besar. Mungkin terlalu besar.
"Apalagi yang bisa kita
lakukan?" tanya Halley. "Sekarang cuaca benar-benar dingin,"
Amanda menambahkan. Itu merupakan keputusan berani yang mereka ambil. Aku tahu
mereka pasti menghadapi banyak pertanyaan dari anak-anak yang tidak memahami
situasinya. Mereka hanya melihat bahwa Angel adalah seorang Hispanik dan
"remaja kota".
Kami semua setuju bahwa Angel boleh
tidur di dalam rumah. Dia merasa begitu gembira ketika diberi tahu supaya tidur
saja di sofa di ruang tamu. "Pintu terkunci pukul 10," aku
memperingatkannya. "Pada jam itu kamu sudah harus ada di rumah."
"Ya, Bu," jawabnya.
Anak itu benar-benar telah
mempengaruhiku. "Angel," kataku, "kamu telah mengalami waktu-waktu
yang benar-benar sulit selama hidupmu. Bagaimana kamu mengatasinya?"
"Tuhan membuat saya tetap
bertahan," jawabnya. "Ketika saya berumur kira-kira tujuh tahun, saya
mulai datang ke sebuah tempat yang disebut dengan Teen Heaven. Tempat ini merupakan
semacam pusat kegiatan pemuda di mana mereka memberi tahu saya mengenai Yesus.
Saat saya sudah lebih besar, saya tahu bahwa Dia masih tetap bersama saya. Dia
selalu membuat saya merasa aman, dan menuntun saya kepada orang-orang yang
peduli, orang-orang seperti... Anda."
Akhirnya, enam bulan setelah kami
memulai proses itu, Angel mempunyai wali yang sah dan alamat tetap. Aku tidak
akan melihat orang lain segembira Angel pada suatu pagi ketika Petugas Polisi
Carpenter dan Den membawanya untuk mendaftarkan diri ke sekolah. Dia mengenakan
pakaian terbaiknya dan membawa bukunya seolah-olah mereka memenangkan lotere.
Itu merupakan kemenangan yang sangat
indah. Tetapi kemenangan itu benar-benar telah berdampak sangat buruk. Den dan
aku mulai merasakan kehidupan sosial kami mulai memburuk, kecuali terhadap
beberapa orang sahabat. Bisnis salon kecantikanku menjadi sepi. Orang-orang
yang biasanya menyapa dengan ramah ketika mereka lewat kini tidak lagi
menghiraukan kami. Kadang-kadang aku dan Den saling membentak karena merasa
frustasi. Aku mulai tidak bisa tidur. Malam-malam kulewatkan dengan berjalan
mondar-mandir, menangis, dan berdoa. Apakah ini merupakan gagasan yang baik?
Haruskah aku mengusir Angel untuk meninggalkan rumahku, meninggalkan kota kami?
Pada suatu malam, dengan perasaan
sedih dan bingung, aku terkulai di lantai dapur dalam kegelapan, dan air mataku
bercucuran. "Apa yang terjadi, Tuhan?" aku bertanya. "Aku akan
membuat tenang keluargaku dengan meminta Angel pergi saja. Tetapi dia adalah anakMu
- dan dia sedang berusaha keras. Apa yang harus kulakukan?"
Saat aku menangis minta pertolongan
itulah, dari balik dinding dapur mulai terpancar cahaya samar- samar tetapi
terang. Silau melihat sinar yang semakin terang itu, aku merasakan sesuatu yang
hangat dan penuh kasih hadir di dapur itu untukku. Pokoknya, aku tahu dia
adalah malaikat. Malaikat itu menyampaikan sebuah pesan dengan diam-diam namun
jelas: Deni, izinkan dia tingal. Semuanya akan baik-baik saja.
Yang lebih menakjubkan dibanding
cahaya aneh ini adalah bagaimana, dalam sekejap, aku diselimuti dengan selimut
kedamaian. Tak peduli apa pun kesulitan yang ada di depan, aku tahu Tuhan akan
setia kepada kita kalau kita setia kepadaNya.
Ketika aku mendongak lagi, dapur
kembali gelap dan aku duduk sendirian di dekat radiator.
Itu terjadi tiga tahun yang lalu.
Orang-orang di sekolah telah menjadi teman Angel. Para guru mendapatinya
sebagai siswa yang penuh semangat; para pelatih mendapatinya sebagai atlit
terbaik; siswa-siswa lain mendapatinya sebagai teman yang setia. Dan ketakutan
serta rasa frustasiku berubah menjadi cinta dan pengertian bagi mereka yang
telah mempunyai reaksi negatif terhadap seorang anak yang berbeda. Ketika aku
merasa siap untuk memberi maaf dan kembali merangkul mereka yang telah memusuhi
kami, banyak di antara mereka lebih dari siap untuk memperbaharui persahabatan
kami. Orang-orang yang selama ini curiga
terhadap Angel mulai membantunya, mengumpulkan uang untuk membeli kacamata,
pakaian dan sepatu. Bahkan dia ditawari pekerjaan paruh waktu di sebuah tempat
penjualan kayu setempat.
Angel bekerja begitu keras untuk
sekolahnya sehingga nilai-nilainya A dan B. Dia bermain dalam tim sekolah
hingga dia berumur menjelang 18 tahun; kemudian dia membantu melatih teman-temannya. Ketika dia mengetahui bahwa dia memiliki
gangguan penglihatan yang menghambatnya untuk menjadi pilot, dia mengubah
tujuannya, yakni ingin kuliah di universitas; dia mengatakan bahwa satu saat
nanti dia akan belajar biologi kelautan.
Injil mengatakan beberapa orang
"dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat" (Ibrani
13:2). Kami merasa beruntung - kami tahu itu. Aku bersyukur kepada Tuhan saat
Angel kami meninggalkan pakaiannya di rumah pohon kami, dan akan malaikat
utusanNya yang datang ke dapur kami untuk memberitahuku agar tetap
mengizinkannya tinggal bersama kami.
Denise Brumbach
Disumbangkan oleh Mary
Schllenger
0 komentar:
Posting Komentar