Kenapa Bisa Terjadi Stres dan Depresi?
Satu penyakit yang cukup populer
melanda remaja saat ini adalah penyakit yang merupakan manisfestasi dari
stress, macam depresi, kecemasan, pola makan tidak teratur, penyalahgunaan obat
sampai penyakit yang berhubungan dengan fisik seperti pusing serta ngilu pada
sendi.
Sama halnya pada orang dewasa, stress
bisa berefek negatif pada tubuh remaja. hanya saja perbedaannya ada pada
sumbernya dan bagaimana mereka merespon penyakit tersebut. Reaksi mereka
tersebut ditentukan oleh suasana dan kondisi kehidupan yang tengah mereka
alami.
Stress pada anak remaja umumnya dipicu
dari beberapa kejadian di bawah ini :
1.
Kehilangan
orang atau sesuatu yang disayangi.
2.
Konflik
keluarga seperti perceraian atau pertengkaran orang tua.
3.
Suasana
baru karena pindah rumah atau sekolah.
4.
Penyakit
yang menimpa anggota keluarga, seperti depresi atau ketergantungan obat.
5.
Pengaruh
teman gang.
6.
Kegagalan.
7.
Tuntutan
kesempurnaan dari lingkungan atau diri sendiri.
8.
Dorongan
rasa marah atau melawan.
9.
Perubahan
mood atau suasana hati tidak stabil.
10.
Pencarian
jati diri.
11.
Keinginan untuk hidup berpisah dari orang
tua dan menjadi seseorang yang mereka inginkan.
Depresi
berbeda dengan rasa sedih, kecewa atau berkabung. Tiga reaksi terakhir adalah
sesuatu yang wajar umum terjadi apabila seseorang mengalami kekecawaan atau
kehilangan sesuatu yang berharga, termasuk mengalami peristiwa yang sangat
traumatik. Biasanya reaksi diatas akan berakhir dengan sendirinya seiring
dengan waktu dan berkat dorongan dari orang-orang terdekat.
Seseorang yang dalam waktu tempo
normal tidak bisa bangkit dari perasaan-perasaan tersebut maka kemungkinan
besar orang tersebut mengalami depresi. Sayangnya banyak orang yang masih salah
dalam mengenali gejala awal dari depresi ini, yang memang mirip dengan gejala
flu, gangguan tidur atau makan.
Berikut
adalah gejala-gejala depresi yang biasanya berlangsung terus menerus dan lebih
dari dua minggu :
1.
Hilang minat terhadap kegiatan yang
disenangi.
2.
Hilang
selera makan, yang berujung pada penurunan berat badan.
3.
Terlihat
lelah, atau kekurangan energi. Memiliki perasaan tidak berharga dan tidak
memiliki harapan.
4.
Rasa
bersalah yang tidak pada tempatnya.
5.
Tidak
mampu berkonsentrasi dan berpikir jernih.
6.
Melankolik
(rasa sedih berlebihan) yang biasanya disertai bangun pagi terlambat dua jam
dari biasanya, rasa tidak berdaya di pagi hari dan bergerak lebih lamban.
7.
Pusing
atau sakit perut.
8.
Miliki
keinginan atau harapan untuk mati, bahkan bunuh diri.
Satu hal yang penting dicermati adalah
remaja punya kecenderungan untuk merespon stress berdasarkan situasi dan
kondisi mereka pada saat itu juga. Karena mereka masih minim pengalaman dalam
meletakkan segala sesuatu secara perspektif maka mereka pun jadi cenderung
untuk melihat ke hal-hal yang lebih sepele sifatnya.
Solusinya adalah dengan membiasakan
anak-anak remaja kita untuk bereaksi secara sehat, yang tentunya harus
dicontohkan pula oleh lingkungannya. Bereaksi secara sehat adalah misalnya
dengan mengekpresikan segala sesuatu dengan wajar ( tidak menangis atau
berteriak ), melatih tehnik relaksasi dengan musik, meditasi dan olah raga,
serta membiasakan untuk berpikir secara seimbang sehingga mereka tidak
membesar-besarkan suatu masalah.
Cara orang tua bereaksi terhadap
stress sangat berpengaruh kepada sikap anak remajanya. Kalau Anda selalu
berteriak, menyalahkan atau menggunakan obat setiap kali mendapat tekanan
stress, bisa dipastikan anak Anda akan melakukan hal yang sama pula.
0 komentar:
Posting Komentar