Jejak Bangsa-bangsa Terdahulu Banjir Nabi Nuh
Banjir Nuh, yang disebutkan dalam hampir
seluruh kebudayaan, adalah satu contoh yang paling banyak diuraikan dalam
Alquran. Keengganan umat Nabi Nuh terhadap nasihat dan peringatannya, reaksi
mereka terhadap risalah Nabi Nuh, serta peristiwa banjir selengkapnya, semua
diceritakan secara rinci dalam banyak ayat Alquran.
Studi arkeologis, geologis, dan historis
menunjukkan bahwa peristiwa tersebut benar-benar terjadi sebagaimana diceritakan
Alquran. Banjir tersebut juga digambarkan secara hampir serupa pada banyak
catatan peradaban-peradaban masa lalu dan dalam banyak dokumen sejarah, meski
ciri-ciri dan nama-nama tempat beragam.
Di samping dikemukakan dalam Perjanjian
Lama dan Baru, kisah tentang banjir Nuh ini diungkap secara serupa dalam
catatan-catatan sejarah Sumeria dan Asiria-Babiloni. Juga dalam legenda-legenda
Yunani, dalam epik Shatapatha Brahmana dan Mahabarata dari India, dalam
beberapa legenda Wales di Kepulauan Inggris, dalam Nordic Edda, dalam
legenda-legenda Lithuania, dan bahkan dalam cerita-cerita yang berakar dari
Cina.
Berdasar ayat-ayat Alquran, bisa dipastikan
bahwa banjir Nuh adalah bencana regional, bukan global. Penggalian-penggalian
pada daerah-daerah arkeologis yang diperkirakan sebagai lokasi terjadinya
banjir menunjukkan bahwa banjir tersebut bukanlah sebuah peristiwa global yang
mempengaruhi seluruh bumi, akan tetapi merupakan sebuah bencana yang sangat
luas yang mempengaruhi bagian tertentu dari wilayah Mesopotamia.
Apakah seluruh binatang dinaikkan ke atas
perahu?
Para penafsir Bibel yakin bahwa Nabi Nuh memasukkan seluruh spesies
binatang di muka bumi ke atas perahu dan binatang-binatang itu bisa selamat
dari kepunahan berkat Nabi Nuh. Menurut keyakinan ini, sepasang dari tiap
spesies penghuni daratan dibawa bersama ke atas perahu.
Mereka yang mempertahankan pernyataan ini
sudah tentu harus menghadapi banyak kejanggalan serius dalam berbagai hal.
Pertanyaan tentang bagaimana binatang yang diangkut itu diberi makan, bagaimana
mereka ditempatkan di dalam perahu itu, atau bagaimana mereka dipisahkan satu
sama lain mustahil dapat terjawab. Lagi pula, masih ada pertanyaan: bagaimana
binatang-binatang dari berbagai benua yang berbeda dapat dibawa bersamaan - berbagai
mamalia di kutub, kanguru dari Australia,
atau bison yang ada di Amerika? Juga, lebih banyak lagi pertanyaan menyusul,
seperti bagaimana binatang yang sangat berbahaya - yang berbisa seperti ular,
kalajengking, dan binatang-binatang buas bisa ditangkap, serta bagaimana mereka
dapat bertahan terpisah dari habitat alamiahnya hingga banjir itu surut?
Inilah berbagai pertanyaan yang dihadapi
Perjanjian Lama. Dalam Alquran, tidak ada pernyataan yang mengindikasikan bahwa
seluruh spesies binatang di muka bumi dinaikkan ke atas perahu. Dan sebagaimana
telah ditegaskan sebelumnya, banjir tersebut hanya terjadi pada suatu wi-layah
tertentu, sehingga binatang yang dinaikkan ke perahu pun hanyalah yang hidup di
wilayah umat Nabi Nuh tinggal.
Seberapa tinggi banjir itu?
Perdebatan lain di seputar banjir itu
adalah, apakah ketinggian air cukup untuk menenggelamkan gunung? Sebagaimana
diketahui, Alquran menginformasikan kepada kita bahwa perahu Nabi Nuh itu
terdampar di Al Judi seusai banjir. Umumnya, kata Judi dirujuk sebagai lokasi
gunung tertentu, sementara kata itu berarti "tempat yang tinggi atau
bukit" dalam bahasa Arab.
Karenanya, jangan dilupakan bahwa dalam
Alquran, Judi bisa jadi tidak digunakan sebagai nama gunung tertentu, akan
tetapi untuk mengisyaratkan bahwa perahu Nuh telah terdampar pada suatu
ketinggian. Di samping itu, makna kata judi yang disebutkan di atas mungkin
juga menunjukkan bahwa air bah itu mencapai ketinggian tertentu, tetapi tidak
mencapai ketinggian pun-cak gunung. Dengan kata lain bahwa banjir itu
kemungkinan besar tidak menenggelamkan seluruh bumi dan semua gunung-gunung
sebagai-mana digambarkan dalam Perjanjian Lama, tetapi hanya menggenangi
wilayah tertentu.
Lokasi banjir Nuh
Daratan Mesopotamia diduga kuat sebagai
lokasi Banjir Nuh. Di sini terdapat peradaban tertua yang dikenal sejarah. Lagi
pula, karena berada di antara sungai Tigris
dan Eufrat, secara geografis tempat ini sangat memungkinkan terjadinya sebuah
banjir besar. Di antara faktor penyebab terjadinya banjir besar kemungkinan
karena kedua sungai ini meluap dan membanjiri wilayah tersebut.
Alasan kedua, daerah tersebut diduga kuat
sebagai tempat terjadinya banjir bersifat historis. Dalam catatan sejarah
berbagai peradaban manusia di wilayah tersebut, banyak dokumen yang ditemukan
merujuk pada sebuah banjir yang terjadi dalam periode yang sama. Banjir ini
telah menyebabkan tertundanya peradaban selama periode tertentu. Dalam
penggalian-penggalian yang dilakukan, tersingkap jejak-jejak nyata sebuah
bencana dahsyat.
Penggalian-penggalian di wilayah
Mesopotamia mengungkap bahwa berkali-kali dalam sejarah, wilayah ini diserang
berbagai bencana sebagai akibat dari banjir dan meluapnya Sungai Eufrat dan Tigris. Misalnya, pada abad kedua Sebelum Masehi (SM),
pada masa Ibbisin, penguasa negeri Ur yang luas, yang berlokasi di sebelah
selatan Mesopotamia, sebuah tahun tertentu ditandai dengan "pasca banjir
yang melenyapkan garis batas antara langit dan bumi". Sekitar 1700 SM,
pada masa kekuasaan Hamurabi dari Babilonia, sebuah tahun ditandai dengan
terjadinya peristiwa "kehancuran kota
Eshnunna oleh air bah".
Pada abad ke-10 SM, pada masa pemerintahan
Nabu-mukin-apal, sebuah banjir terjadi di kota
Babilon. Setelah zaman Nabi Isa (Jesus) pada abad ke-7, ke-8, ke-10, ke-11, dan
ke-12, banjir-banjir yang bersejarah terjadi di wilayah tersebut. Dalam abad
ke-20, kejadian serupa terjadi pa-da tahun 1925, 1930, dan 1954. Jelaslah bahwa
wilayah ini telah senantiasa diserang bencana banjir, dan sebagaimana
ditunjukkan dalam Alquran, sangat mungkin suatu banjir besar-besaran telah
membinasakan suatu komunitas secara keseluruhan.
0 komentar:
Posting Komentar